Selasa, 14 Maret 2017

TUGAS TERSTRUKTUR TATAP MUKA KE-6 DAN KE-7

Alat Peraga Pendidikan
  1. Sudjana, 2009Pengertian Alat Peraga Pendidikan adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien.
  2. Faizal, 20010, mendefinisikan Alat Peraga Pendidikan sebagai instrument audio maupun visual yang digunakan untuk membantu proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan membangkitkan minat siswa dalam mendalami suatu materi.
  3. Wijaya dan Rusyan,  1994 yang dimaksud Alat Peraga Pendidikan adalah media pendidikan berperan sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga siswa tidak menjadi bosan dalam meraih tujuan-tujuan belajar.
  4. Nasution, 1985 alat peraga pendidikan adalah alat pembantu dalam mengajar agar efektif”.
  5. Suhardi, 1978  Pengertian alat peraga pendidikan atau Audio-Visual Aids (AVA) adalah media yang pengajarannya berhubungan dengan indera pendengaran (
  6. Sumad, 1972,   mengemukakan bahwa alat peraga atau AVA adalah alat untuk memberikan pelajaran atau yang dapat diamati melalui panca indera. Alat peraga merupakan salah satu dari media pendidikan adalah alat untuk membantu proses belajar mengajar agar proses komunikasi dapat berhasil dengan baik dan efektif.
  7. Amir Hamzah, 1981 bahwa Alat Peraga Pendidikan adalah adalah alat-alat yang dapat dilihat dan didengar untuk membuat cara berkomunikasi menjadi efektif”. Sedangkan yang dimaksud dengan alat peraga menurut Nasution (1985: 95) adalah “alat bantu dalam mengajar lebih efektif”.
Dari uraian-uraian di atas jelaslah bahwa pengertian alat peraga pendidikan adalah merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.
Tujuan dan Manafaat Alat Peraga Pendidikan
Berikut ini beberapa tujuan dan manfaat alat peraga disebutkan sebagai berikut:
  1. Alat peraga pendidikan  bertujuan agar proses pendidikan lebih efektif dengan jalan meningkatkan semangat belajar siswa,
  2. Alat peraga pendidikan  memungkinkan lebih sesuai dengan perorangan, dimana para siswa belajar dengan banyak kemungkinan sehingga belajar berlangsung sangat menyenangkan bagi masing-masing individu,
  3. Alat peraga pendidikan memiliki manfaat agar belajar lebih cepat segera bersesuaian antara kelas dan diluar kelas, (d) alat peraga memungkinkan mengajar lebih sistematis dan teratur.
Secara ringkas, Proses pembelajaran memerlukan media yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi atau materi pelajaran yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan pencapaian suatu tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Fungsi media pendidikan atau alat peraga pendidikan dimaksudkan agar komunikasi antara guru dan siswa dalam hal penyampaian pesan, siswa lebih memahami dan mengerti tentang konsep abstrak matematika yang diinformasikan kepadanya. Siswa yang diajar lebih mudah memahami materi pelajaran jika ditunjang dengan alat peraga pendidikan.
Secara jelas dan terperinci, berikut ini adalah faedah-faedah atau manfaat dari penggunaan alat bantu/peraga pendidikan yaitu antara lain sebagai berikut:
  • Menimbulkan minat sasaran pendidikan ;
  • Mencapai sasaran yang lebih banyak ;
  • Membantu dalam mengatasi berbagai hambatan dalam proses pendidikan ;
  • Merangsang masyarakat atau sasaran pendidikan untuk mengimplementasikan atau melaksanakan pesan-pesan kesehatan atau pesan pendidikan yang disampaikan ;
  • Membantu sasaran pendidikan untuk belajar dengan cepat dan belajar lebih banyak materi/bahan yang disampaikan ;
  • Merangsang sasaran pendidikan untuk dapat meneruskan pesan-pesan yang disampaikan pemateri kepada orang lain;
  • Mempermudah penyampaian bahan/materi pendidikan/informasi oleh para pendidik atau pelaku pendidikan ;
  • Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan. Seperti diuraikan di atas, bahwa pengetahuan yang ada pada seseorang diterima melalui panca indera. Berdasarkan penelitian para ahli, bahwa indera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75 % sampai 87 % dari pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui mata. Sedangkan 13 % sampai 25 % lainnya diperoleh atau tersalur melalui indera yang lain. Dari sini dapat disimpulkan bahwa alat-alat peraga/media/alat bantu visual akan lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi atau bahan atau materi pendidikan ;
  • Dapat mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik. Orang yang melihat sesuatu yang memang diperlukan tentu akan menarik perhatiannya. Dan apa yang dilihat dengan penuh perhatian akan memberikan pengertian bru baginya, yang merupakan pendorong untuk melakukan atau memakai sesuatu yang baru tersebut ;
  • Membantu menegakkan pengertian/informasi yang diperoleh. Sasaran pendidikan di dalam memperoleh atau menerima sesuatu yang baru, manusia mempunyai kecenderungan untuk melupakan atau lupa. Oleh sebab itu, untuk mengatasi hal tersebut, AVA (Audio Visual Aid – alat bantu/peraga audio visual) akan membantu menegakkan pengetahuan-pengetahuan yang telah diterima oleh sasaran pendidikan sehingga apa yang diterima akan lebih lama tersimpan di dalam ingatan.  
Disini kami membuat alat peraga untuk mendemonstrasikan materi tentang teori atom J.J Thomson. Untuk lebih jelasnya kunjungi link berikut : https://www.youtube.com/watch?v=xaQlhUs2vkM

MEDIA POWERPOINT SEBAGAI PERSENTASE MULTIMEDIA PEMBELAJARAN KIMIA HASIL PENGEMBANGAN 

 
Power Point merupakan salah satu program dalam Microsoft Affice.Power Point atau Microsoft Office PowerPoint adalah “sebuah program komputer untuk presentasi”.Microsoft Office Power Pointmerupakan program aplikasi yang dirancang secara khusus untuk menampilkan program multimedia. Hal ini sebagaimana dikemukakan Riyanasebagai berikut:
“Program Microsoft Office Power Point adalah salah satu software yang dirancang khusus untuk mampu menampilkan program multimedia dengan menarik, mudah dalam pembuatan, mudah dalam penggunaan dan relative murah karena tidak membutuhkan bahan baku selain alat untuk menyimpan data.”
Pakar Information Teknologi (IT) yang juga memberi pengertian yang tidak jauh berbeda dengan pengertian yang terdahulu, yaitu Microsoft Office PowerPoint adalah sebuah program komputer untuk presentasi yang dikembangkan oleh Microsoft di dalam paket aplikasi kantoran mereka,Microsoft Office, selain Microsoft Word, Excel, access dan beberapa program lainnya.  PowerPoint berjalan di atas komputer PC berbasis Sistem Operasi Microsoft Windows dan juga Apple Manchitos yang menggunakan sistem operasi Apple Mac OS, meskipun pada awalnya aplikasi ini berjalan di atas sistem operasi Xenix. Aplikasi ini sangat banyak digunakan, apalagi oleh kalangan perkantoran dan pebisnis, para pendidik, peserta didik, dantrainer.
PowerPoint inilah yang dikembangkan oleh Microsoft di dalam paket aplikasi kantoran mereka, Microsoft Office, selain Microsoft WordExcel, Access dan beberapa program lainnya. PowerPoint berjalan di atas komputer PC berbasis sistem operasi Microsoft Windows dan juga Apple Macintosh yang menggunakan sistem operasi Apple Mac OS, meskipun pada awalnya aplikasi ini berjalan di atas sistem operasi Xenix. Aplikasi ini sangat banyak digunakan, apalagi oleh kalangan perkantoran dan pebisnis, para pendidik, peserta didik, dan trainer untuk presentasi.
PowerPoint dapat menyimpan presentasi dalam beberapa format, yakni sebagai berikut:
a)      PPT (PowerPoint Presentation), yang merupakan data biner dan tersedia dalam  semua versi PowerPoint (termasuk PowerPoint 12).
b)      PPS (PowerPoint Show), yang merupakan data biner dan tersedia dalam semua versi PowerPoint (termasuk PowerPoint 12).
c)      POT (PowerPoint Template), yang merupakan data biner dan tersedia dalam semua versi PowerPoint (termasuk PowerPoint 12).
d)     PPTX (PowerPoint Presentation), yang merupakan data dalam bentuk XML dan hanya tersedia dalam PowerPoint 12.
Dimulai pada versi Microsoft Office System 2003Microsoftmengganti nama dari sebelumnya Microsoft PowerPoint saja menjadiMicrosoft Office PowerPoint. “Versi terbaru dari PowerPoint adalah versi 12 (Microsoft Office PowerPoint 2007), yang tergabung ke dalam paketMicrosoft Office System 2007”.
Sedangkan Abdul Wahab Rosyidi dalam bukunya menjelaskan bahwa “Microsoft Powerpoint 2007 adalah program aplikasi presentasi yang merupakan salah satu aplikasi di bawah Microsoft Office”.
Pada umumnya Microsoft Office Power Point digunakan untuk presentasi dalam classical learning, karena Microsoft Office Power Point merupakan program aplikasi yang digunakan untuk kepentingan presentasi. Berdasarkan pola penyajian yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa Microsoft Office Power Point yang digunakan untuk presentasi dalam classical learning disebut personal presentation. Microsoft Office Power Point pada pola penyajian ini digunakan sebagai alat bantu bagi guru untuk menyampaikan materi dan kontrol pembelajaran terletak pada guru.
Jadi, media power point ini merupakan media yang sangat tepat digunakan dalam proses belajar mengajar untuk membangkitkan dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

Nah disini Kmi Mahasiswa Pendidikan Kimia FKIP Universitas Jambi Membuat Media Pembelajaran Kimia dan juga di aplikasikan ke dalam media Microdof Office. Materi yang Kami jelaskan disini adalah Laju Reaksi dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Untuk dapat mengakses Media Powerpoint bisa di download dan di lihat  pada :

https://drive.google.com/file/d/0B9ZouAfKDXmjdFptUGsyTm1XaWs/view?usp=sharing

PRESENTASI E-LEARNING KIMIA HASIL PENGEMBANGAN

PRESENTASI E-LEARNING KIMIA HASIL PENGEMBANGAN


Pada presentasi E-Learning kimia hasil pengembangan kelompok kami menggunakan aplikasi edmodo yang dapat di download di handphone dan dapat di akses pada situshttp://edmodo.com



Pada pengembangan E-Learning kimia pilihan yang tersedia pada aplikasi edmodo adalah sebagai guru, siswa, dan juga orangtua. Namun pada pengembangan E-Learning yang kelompok kami terapkan saya sebagai siswa.


Sabtu, 04 Maret 2017

PRESENTASI MULTIMEDIA PEMBELAJARAN KIMIA HASIL PENGEMBANGAN

PRESENTASI  MULTIMEDIA PEMBELAJARAN KIMIA HASIL PENGEMBANGAN

Pada awal sejarah pendidikan, guru merupakan satu-satunya sumber untuk memperoleh pelajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, sumber belajar itu kemudian bertambah dengan adanya buku. Pada masa itu kita mengenal tokoh bernama Johan Amos Comenius yang tercatat sebagai orang pertama yang menulis buku bergambar yang ditujukan untuk anak sekolah. Buku tersebut berjudul Orbis Sensualium Pictus(Dunia Tergambar) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1657. Penulisan buku itu dilandasi oleh suatu konsep dasar bahwa tak ada sesuatu dalam akal pikiran manusia, tanpa terlebih dahulu melalui penginderaan.
Dari sinilah para pendidik mulai menyadari perlunya sarana belajar yang dapat memberikan rangsangan dan pengalaman belajar secara menyeluruh bagi siswa melalui semua indera, terutama indera pandang – dengar. Kalau kita amati lebih cermat lagi, pada mulanya media pembelajaran hanyalah dianggap sebagai alat untuk membantu guru dalam kegiatan mengajar (Teaching Aids). Alat bantu mengajar yang mula-mula digunakan adalah alat bantu visual seperti gambar, model, grafis atau benda nyata lain. Alat-alat bantu itu dimaksudkan untuk memberikan pengalaman lebih konkrit, memotivasi serta mempertinggi daya serap atau retensi belajar dan daya ingat siswa dalam belajar. Namun karena terlalu memusatkan perhatian pada alat Bantu visual kurang memperhatikan aspek disain, pengembangan pembelajaran (instruction) produksi dan evaluasinya. Jadi, dengan masuknya pengaruh teknologi audio pada sekitar abad ke-20, alat visual untuk mengkongkritkan ajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal dengan audio visual atau audio visual aids (AVA). Bermacam peralatan dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan ajaran kepada siswa melalui penglihatan dan pendengaran untuk menghindari verbalisme yang masih mengkin terjadi kalau hanya digunakan alat bantu visual semata.
Sekitar pertengahan abad 20 usaha pemanfaatan alat visual mulai dilengkapi dengan peralatan audio, maka lahirlah peralatan audio visual pembelajaran. Usaha-usaha untuk membentuk pembelajaran abstrak menjadi lebih konkrit terus dilakukan. Dalam usaha itu, Edgar Dale membuat klasifikasi 12 tingkatan pengalaman belajar dari yang paling kongkrit sampai yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut kemudian dikenal dengan nama ”Kerucut Penglaman” (Cone of Experience).
Kerucut pengalaman ini dianut secara luas untuk menentukan alat bantu atau media apa yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar secara mudah. Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati, dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyak pengalaman yang diperolehnya. Sebaliknya semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandalkan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa. Edgar Dale memandang bahwa nilai media pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan nilai pengalaman. Menurutnya, pengalaman itu mempunyai dua belas (12) tingkatan. Tingkatan yang paling tinggi adalah pengalaman yang paling konkret.
Sedangkan yang paling rendah adalah yang paling abstrak, diantaranya:
1.            Direct Purposeful Experiences : Pengalaman yang diperoleh dari kontak langsung dengan lingkungan, obyek, binatang, manusia, dan sebagainya, dengan cara perbuatan langsung
2.            Contrived Experiences : Pengalaman yang diperoleh dari kontak melalui model, benda tiruan, atau simulasi.
3.            Dramatized Experiences : Pengalaman yang diperoleh melalui permainan, sandiwara boneka, permainan peran, drama soial.
4.            Demonstration : Pengalaman yang diperoleh dari pertunjukan
5.            Study Trips : Pengalaman yang diperoleh melalui karya wisata
6.            Exhibition : Pengalaman yang diperoleh melalui pameran
7.            Educational Television : Pengalaman yang diperoleh melalui televisi pendidikan
8.            Motion Pictures : Pengalaman yang diperoleh melalui gambar, film hidup, bioskop
9.            Still Pictures : Pengalaman yang diperoleh melalui gambar mati, slide, fotografi
10.          Radio and Recording : Pengalaman yang diperoleh melalui siaran radio atau rekaman suara
11.          Visual Symbol : Pengalaman yang diperoleh melalui simbol yang dapat dilihat seperti grafik, bagan, diagram
12.          Verbal Symbol : Pengalaman yang diperoleh melalui penuturan kata-kata.
Ketika itu, para pendidik sangat terpikat dengan kerucut pengalaman itu, sehingga pendapat Dale tersebut banyak dianut dalam pemilihan jenis media yang paling sesuai untuk memberikan pengalaman belajar tertentu pada siswa. Pada akhir tahun 1950, teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat audio visual. Dalam pandangan teori komunikasi, alat audio visual berfungsi sebagai alat penyalur pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan. Begitupun dalam dunia pendidikan, alat audio visual bukan hanya dipandang sebagai alat bantu guru saja, melainkan juga berfungsi sebagai penyalur pesan belajar. Sayangnya, waktu itu faktor siswa, yang merupakan komponen utama dalam pembelajaran, belum mendapat perhatian khusus. Baru pada tahun 1960-an, para ahli mulai memperhatikan siswa sebagai komponen utama dalam pembelajaran. Pada saat itu teori Behaviorisme BF. Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini telah mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran. Produk media pembelajaran yang terkenal sebagai hasil teori ini adalah diciptakannya teaching machine (mesin pengajaran) dan Programmed Instruction (pembelajaran terprogram).
Pada tahun 1965-70, pendekatan sistem (system approach) mulai menampakkan pengaruhnya dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian intregal dalam proses pembelajaran. Media, yang tidak lagi hanya dipandang sebagai alat bantu guru, melainkan telah diberi wewenang untuk membawa pesan belajar, hendaklah merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran. Media, yang tidak lagi hanya dipandang sebagai alat bantu guru, melainkan telah diberi wewenang untuk membawa pesan belajar, hendaklah merupakan bagian integral dari kegiatan belajar mengajar. Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat bantu audio visual, yang berguna sebagai penyalur pesan atau informasi belajar.
Pada tahun 1960-1965 orang-orang mulai memperhatikan siswa sebagai komponen yang penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu teori tingkah-laku (behaviorism theory) dari B.F Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam pembelajaran. Dalam teorinya, mendidik adalah mengubah tingkah-laku siswa. Teori ini membantu dan mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah-laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran.
Pada tahun 1965-1970 , pendekatan system (system approach) mulai menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran. Pendekatan system ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam proses pembelajaran. Setiap program pembelajaran harus direncanakan secara sistematis dengan memusatkan perhatian pada siswa.
Ada dua ciri pendekatan sistem pengajaran, yaitu sebagai berikut:
1.            Pendekatan sistem pengajaran mengarah ke proses belajar mengajar. Proses belajar-mengajat adalah sesuatu penataan yang memungkinkan guru dan siswa berinteraksi satu sama lain.
2.            Penggunaan metode khusus untk mendesain sistem pengajaran yang terdiri atas prosedur sistemik perencanaan, perancangan, pelaksanaan, dan penilaian keseluruhan proses belajar-mengajar
Program pembelajaran direncanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa diarahkan kepada perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang dicapai. Pada dasarnya pendidik dan ahli visual menyambut baik perubahan ini. Sehingga untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, mulai dipakai berbagai format media. Dari pengalaman mereka, guru mulai belajar bahwa cara belajar siswa itu berbeda-beda, sebagian ada yang lebih cepat belajar melalui media visual, sebagian audio, media cetak, dan sebagainya. Sehingga dari sinilah lahir konsep media pembelajaran.  https://youtu.be/yirqjrK6z2g


Selasa, 28 Februari 2017

Tugas peta konsep

Kesulitan belajar siswa terutama terletak pada ketidakmampuannya dalam menghubungkan pengetahuan awal dengan pengetahuan yang akan dimilikinya pada materi berikutnya.Pendekatan konstruksional melalui peta pikiran (mind mapping) seharusnya dapat menjadi solusi dalam kasus ini.

Berikut adalah contoh peta pikiran untuk materi pokok dari hidrokarbon


Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa karbon yang paling sederhana. Dari namanya, senyawa hidrokarbon adalah senyawa karbon yang hanya tersusun dari atom hidrogen dan atom karbon. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui senyawa hidrokarbon, misalnya minyak tanah, bensin, gas alam, plastik dan lain-lain.  Sesuai dengan nomor golongannya (IVA), atom karbon mempunyai 4 elektron valensi. Oleh karena itu, untuk mencapai konfigurasi oktet maka atom karbon mempunyai kemampuan membentuk 4 ikatan kovalen yang relatif kuat. Berdasarkan susunan atom karbon dalam molekulnya, senyawa karbon terbagi dalam 2 golongan besar, yaitu senyawa alifatik dan senyawa siklik. Senyawa hidrokarbon alifatik adalah senyawa karbon yang rantai C nya terbuka dan rantai C itu memungkinkan bercabang. Berdasarkan jenis ikatan antaratom karbon, senyawa hidrokarbon alifatik terbagi menjadi senyawa alifatik jenuh dan tidak jenuh. Senyawa hidrokarbon siklik adalah senyawa karbon yang rantai C nya melingkar dan lingkaran itu mungkin juga mengikat rantai samping. Golongan ini terbagi lagi menjadi senyawa alisiklik dan aromatik. senyawa alisiklik yaitu senyawa karbon alifatik yang membentuk rantai tertutup.

PENGEMBANGAN E-LEARNING DALAM PEMBELAJARAN KIMIA

PENGEMBANGAN E-LEARNING DALAM PEMBELAJARAN KIMIA

Pengertian e-learning pada umumnya terfokus pada cakupan media atau teknologinya. E-learning menurut Gilbert & Jones dalam Surjono (2007) adalah suatu pengiriman materi pembelajaran melalui suatu media elektronik, seperti internet, intranet/ekstranet, satelite broadcast, audio/video, TV interaktif, CD-ROM dan computer based training (CBT). E-learning juga diartikan sebagai seluruh pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN atau Internet) untuk membantu interaksi dan penyampaian materi selama proses pembelajaran. Urdan dan Weggen menyatakan e-learning sebagai suatu pengiriman materi melalui semua media elektronik, termasuk internet, intranet, siaran radio satelit, alat perekam audio/video, TV interaktif, dan CD-ROM (Anderson, 2005).
E-learning pada pembelajaran di sekolah-sekolah khususnya pembelajaran sains telah diterapkan sejak beberapa tahun yang lalu. Selain untuk tujuan pembelajaran, penerapan e-learning juga sebagai sarana untuk mengenalkan teknologi informasi kepada peserta didik. Namun sampai sekarang pemanfaatannya masih kurang optimal. Bahkan sebagian orang beranggapan bahwa penerapan e-learning hanya sekedar mengikuti trend saja tanpa menghiraukan apakah tujuan pembelajaran dapat tercapai atau tidak. Oleh karena itu, penelitian atau kajian pustaka tentang implementasi e-learning khususnya pada pembelajaran sains perlu terus dilakukan.
Pembelajaran berbasis web adalah proses belajar mengajar yang dilakukan dengan memanfaatkan jaringan internet, sehingga sering disebut juga dengan e-learning. Internet merupakan jaringan yang terdiri atas ribuan bahkan jutaan komputer, termasuk di dalamnya jaringan lokal, yang terhubungkan melalui saluran (satelit, telepon, kabel) dan jangkauanya mencakup seluruh dunia. Internet memiliki banyak fasilitas yang dapat digunakan dalam berbagai bidang, termasuk dalam kegiatan pendidikan. Fasilitas tersebut antara lain: e-mail, Telnet, Internet Relay Chat, Newsgroup, Mailing List (Milis), File Transfer Protocol (FTP), atau World Wide Web (WWW).
Khan dalam Herman Dwi Surjono (1999) mendefinisikan pengajaran berbasis web(WBI) sebagai program pengajaran berbasis hypermedia yang memanfaatkan atribut dan sumber daya World Wide Web (Web) untuk menciptakan  lingkungan belajar yang kondusif. Sedangkan menurut Clark WBI adalah pengajaran individual yang dikirim melalui jaringan komputer umum atau pribadi dan ditampilkan oleh web browser. Oleh karena itu kemajuan WBI akan terkait dengan kemajuan teknologi web (perangkat keras dan perangkat lunak) maupun pertumbuhan jumlah situs-situs web di dunia yang sangat cepat.
  Model Pengembangan Pembelajaran Berbasis Web
Multimedia pembelajaran berbasis web merupakan perangkat lunak yang digunakan dalam aktivitas pembelajaran. Salah satu referensi pengembangan perangkat lunak adalah pendapat pakar Software Enginering yaitu Roger S. Pressman. Menurut Pressman (2002: 38), rekayasa perangkat lunak mencakup tahap-tahap: analisis kebutuhan, desain, pengkodean, pengujian, dan pemeliharaan.
Salah satu model pembelajaran berbasis web dikembangkan oleh Davidson dan Karel L. Rasmussen (2006). Model yang dikembangkan oleh Davidson dan Rasmussen tersebut meliputi tahap analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi.
Tahap analisis meliputi analisis masalah dan analisis komponen pembelajaran. Tahap desain meliputi desain pembelajaran dan desain software. Tahap pengembangan adalah merakit berbagai komponen desain pembelajaran dan software menjadi sebuah program pembelajaran berbasis web. Tahap implementasi terdiri dari implementasi sementara dan implementasi penuh. Sedangkan tahap evaluasi dibedakan menajdi evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Pengembangan desain pembelajaran untuk web based learning dirancang sedemikian rupa agar proses pembelajaran online tersebut dapat berjalan dengan efektif. Ada tiga elemen pokok yang harus ada dalam desain model pembelajaran berbasis web, yaitu learning tasks, learning resources, dan learning supportsLearning tasksmencakup aktivitas, masalah, dan interaksi untuk melibatkan peserta didik. Learning resources memuat konten, informasi dan sumber-sumber yang dapat diakses oleh peserta didik. Learning supports terkait dengan petunjuk belajar, motivasi, umpan balik, dan kemudahan akses bagi peserta didik.
Soekartawi (2003) menyarankan beberapa tahap yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan model pembelajaran berbasis web. Tahap-tahap tersebut meliputi: analisis kebutuhan, rancangan instruksional, pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi. Tahap awal yang perlu dipertimbangkan adalah apakah pembelajaran berbasis web memang dperlukan. Hal tersebut harus disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi lembaga pendidikan. Rancangan instruksional meliputi aspek analisis konten, analisis peserta didik, dan analisis komponen pembelajaran lainnya. Pengembangan e-learning merupakan proses produksi program dengan mengintegrasikan berbagai software danhardware yang diperlukan. Pelaksanaan merupakan realisasi penggunaan program yang telah dihasilkan dan menganalisis kelemahan-kelemahan yang terjadi. Evaluasi diperlukan dalam bentuk beta test ataupun alfa test untuk menguji usabilitas dan efektivitas program sebelum diimplementasikan secara formal.
Pengembangan model pembelajaran berbasis web perlu memperhatikan komponen strategi pembelajaran. Komponen-komponen utama dari strategi pembelajaran yang harus dirancang adalah: aktivitas awal pembelajaran, penyajian materi, partisipasi peserta didik, penilaian, dan aktivitas tindak lanjut.Aktivitas awal pembelajaran berupa pemberian motivasi, menumbuhkan perhatian, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menjelaskan kemampuan awal yang diperlukan. Penyajian materi meliputi sajian bahan ajar dan contoh-contoh yang relevan. Partisipasi peserta didik dibangun dengan adanya praktik atau latihan dan umpan balik. Penilaian dapat berupa tes kemampuan awal,pretest, dan posttest. Aktivitas tindak lanjut dilakukan untuk membantu mempertahankan daya ingat terhadap materi pembelajaran.

Selasa, 21 Februari 2017

Tugas terstruktur tatap muka ke-2 dan ke-3

Tugas Tatap Muka Ke-2 dan Ke-3

SOAL:
1). Menurut cognitive theory of multimedia learning bahwa ada tiga asumsi utama yang dijadikan acuan dalam merancang suatu multimedia pembelajaran. Jelaskan ketiga asumsi tersebut dengan memberikan contoh masing-masing media yang relevanuntuk pembelajaran kimia.
JAWABAN:
            Mayer (2001) mengemukakan tiga asumsi yang Teori Kognitif Multimedia Learning (CTML) dibangun. 
·         ada asumsi bahwa manusia memiliki sistem pengolahan untuk bahan pendengaran dan sistem lain untuk bahan visual. Presentasi multimedia menggunakan kedua sistem, memanfaatkan potensi belajar penuh seseorang. Contohnya pemanfaatan infokus dan speaker untuk menampilkan video pembelajaran terkait akan sangat menunjang asumsi pertama ini. 
·         Asumsi kedua adalah bahwa saluran ini memiliki kapasitas terbatas. Karena keterbatasan ini, keputusan perlu dibuat "tentang apa yang potongan informasi yang masuk untuk memperhatikan" (Mayer, 2001, hal.50). Memilih materi yang sesuai tingkatan belajar sebagai contoh pembelajaran di SMA tidak perlu di ajarkan terhadap siswa yang baru masuk ke tingkat SMP.
·         Asumsi terakhir adalah bahwa belajar aktif melibatkan memilih, mengorganisir, dan mengintegrasikan materi yang relevan dengan pengetahuan yang ada. Suatu materi dipilih untuk suatu tipe kelas tertentu dan pertanyaan yang di lemparkan ke siswa yang cerdas dan biasa saja di bedakan. Begitu juga penjelasan individual yang diberikan.
SOAL:
2) Jelaskan bagaimana teori dual coding dapat diadaptasikan dalam menyiapkan suatu multimedia pembelajaran  kimia?
JAWABAN:
Teori dual-coding menyatakan bahwa informasi bisa diberi kode, disimpan, dan diperoleh kembali dari dua sistem yang berbeda secara fundamental, satu menyesuaikan dengan informasi verbal, yang lain menyesuaikan dengan image atau informasi visual.   Presentasi-presentasi dual-mode bisa memperluas kapasitas memori kerja jika satu bagian dari instruksinya (misalnya, penjelasan-penjelasan tekstual) dihadirkan dalam bentuk auditory dan yang lain (misalnya, diagram) dalam bentuk visual, desain pesan seperti ini dapatmeningkatkan jumlah informasi yang bisa diproses tanpa muatan kognitif yang berlebih. Pebelajar sebagai penerima informasi mengintegrasikan kata-kata dan gambar secara lebih mudah saat kata-kata dihadirkan secara auditori daripada secara visual karena menggunakan prosesor-prosesor auditori dan visual dalam memori kerja secara efektif menghilangkan muatan kognitif yang berlebihan dari saluran visual.

TEORI PEMROSESAN INFORMASI BERBANTUAN MEDIA

TEORI PEMROSESAN INFORMASI BERBANTUAN MEDIA

            Model  belajar  pemrosesan  informasi  ini  sering  pula  disebut  model  kognitif information processing, karena dalam proses belajar  ini  tersedia  tiga  taraf struktural sistem informasi, yaitu:
1)      Sensory  atau  intake  register:  informasi  masuk  ke  sistem  melalui  sensory register,  tetapi  hanya  disimpan  untuk  periode  waktu  terbatas.  Agar  tetap dalam  sistem,  informasi  masuk  ke  working  memory  yang  digabungkan dengan informasi di long-term memory.
2)      Working memory: pengerjaan atau operasi  informasi berlangsung di working memory,  dan  di  sini  berlangsung  berpikir  yang  sadar.  Kelemahan  working memory  sangat  terbatas  kapasitas  isinya  dan memperhatikan  sejumlah  kecil informasi secara serempak.
3)      Long-term  memory,  yang  secara  potensial  tidak  terbatas  kapasitas  isinya sehingga mampu menampung seluruh  informasi yang sudah dimiliki peserta didik.  Kelemahannya  adalah  betapa  sulit  mengakses  informasi  yang tersimpan di dalamnya. 
            Diasumsikan,  ketika  individu  belajar,  di  dalam  dirinya  berlangsung  proses kendali atau pemantau bekerjanya  sistem  yang berupa prosedur  strategi mengingat, untuk  menyimpan  informasi  ke  dalam  long-term  memory  (materi  memory  atau ingatan) dan strategi umum pemecahan masalah (materi kreativitas).
            Pengetahuan yang diproses dan dimaknai dalam memori kerja disimpan dalam memori jangka panjang dalam bentuk skema-skema teratur secara hirarkis. Tahap pemahaman dalam pemrosesan informasi dalam memori kerja  berfokus pada bagaimana pengetahuan baru dimodifikasi. Pemahaman berkenaan dan dipengaruhi oleh interpretasi terhadap stimulus. Faktor stimulus adalah karakteristik dari elemen-elemen desain pesan seperti ukuran, ilustrasi, teks, animasi, narasi, warna, musik, serta video.  Studi  tentang  bagaimana  informasi  diidentifikasi, diproses, dimaknai, dan ditransfer dalam dan dari memori kerja untuk disimpan dalam memori jangka panjang mengisyaratkan bahwa pendesainan pesan merupakan salah satu topik utama dalam pendesainan multimedia  instruksional. Dalam konteks ini, desain pesan multimedia berkenaan dengan penyeleksian, pengorganisasian, pengintegrasian elemen-elemen pesan untuk menyampaikan sesuatu informasi. Penyampaian informasi bermultimedia yang berhasil akan bergantung pada pengertian akan makna yang dilekatkan pada  stimulus elemen-elemen pesan tersebut. Proses penyeleksian, pengorganisasian, serta pengintegrasian elemen-elemen informasi tersebut.
            Dalam mengartikan penyampaian informasi dengan multimedia perlu dibedakan apa yang disebut dengan media pengantar, desain pesan,  serta kemampuan sensorik. Media pengantar mengacu pada sistem yang dipakai untuk menyajikan informasi, misalnya media berbasiskan media cetakan atau media berbasiskan komputer. Desain pesan mengacu pada bentuk yang digunakan untuk menyajikan informasi, misalnya pemakaian animasi  atau teks audio. Kemampuan sensorik mengacu pada jalur pemrosesan informasi yang dipakai untuk memproses informasi yang diperoleh, seperti proses penerimaan informasi visual atau auditorial. Sebagai contoh, suatu paparan tentang bagaimana sistem sesuatu alat bekerja dapat dipresentasikan melalui teks tertulis dalam buku atau melalui teks di layar komputer (dua media yang berbeda), dalam bentuk rangkaian kata-kata atau kombinasi kata-kata dan gambar (dua desain pesan yang berbeda), atau dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan (dua sensorik yang berbeda). Sebenarnya istilah desan pesan mengacu pada proses manipulasi, atau rencana manipulasi dari sebuah pola tanda yang  memungkinkan untuk mengkondisi  pemerolehan informasi. Penelitian telah menemukan  bukti bahwa desain pesan yang berbeda pada multimedia instruksional mempengaruhi kualitas performansi (Pranata, 2004). Beberapa teori yang melandasi perancangan desain  pesan multimedia instruksional ialah teori  pengkodean ganda, teori muatan kognitif, dan teori pemrosesan ganda. Menurut teori pengkodean ganda manusia memiliki sistem memori kerja yang terpisah untuk informasi verbal dan informasi visual, memori kerja terdiri atas memori kerja visual dan  memori kerja auditori. Teori muatan kognitif menyatakan bahwa setiap memori kerja memiliki kapasitas yang terbatas. Sedangkan teori pemrosesan ganda menyatakan bahwa penyampaian informasi lewat multimedia instruksional baru bermakna jika informasi yang diterima diseleksi pada setiap penyimpanan, diorganisasikan ke dalam representasi yang berhubungan, serta dikoneksikan dalam tiap penyimpanan (periksa Gambar 2). Temuan-temuan penelitian (Pranata, 2004) telah menguji kebenaran teori pengkodean ganda (dual-coding theory): terdapat dua buah saluran pemrosesan informasi yang independent yaitu pemrosesan informasi visual (atau memori kerja visual) dan pemrosesan informasi verbal (atau memori kerja verbal); kedua memori kerja tersebut memiliki kapasitas yang terbatas untuk memroses informasi yang masuk. Hal terpenting yang dinyatakan oleh teori muatan kognitif adalah sebuah gagasan bahwa kemampuan terbatas memori kerja, visual maupun auditori, seharusnya menjadi pokok pikiran ketika seseorang hendak mendesain sesuatu pesan multimedia.
Teori belajar yang oleh Gagne (1988) disebut dengan ‘Information Processing Learning Theory’.  Teori ini merupakan gambaran atau model dari kegiatan di dalam otak manusia di saat memroses suatu informasi. Karenanya teori belajar tadi disebut juga ‘Information-Processing Model’ oleh Lefrancois atau ‘Model Pemrosesan Informasi’. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu,
(1) motivasi;
(2) pemahaman;
(3) pemerolehan;
(4) penyimpanan;
(5) ingatan kembali;
(6) generalisasi;
(7) perlakuan;
(8) umpan balik.
            Beberapa model telah dikembangkan di antaranya oleh Gagne (1984), Gage dan Berliner (1988) serta Lefrancois, yang terdiri atas tiga macam ingatan yaitu: sensory memory atau Ingatan Inderawi (II), Ingatan Jangka Pendek (IJPd) atau short-term/working memory, Ingatan Jangka Panjang (IJPj) atau long-term memory. Berdasar ketiga model tersebut dapat dikembangkan diagram pemrosesan informasi berikut ini:
INGATAN JANGKA PANJANG (IJPj)
Ingatan Inderawi (II)
Sebagaimana terlihat pada diagram di atas, suatu masukan/informasi yang terdapat pada stimulus atau rangsangan dari luar akan diterima manusia melalui panca inderanya. Informasi tersebut menurut Lefrancois akan tersimpan di dalam ingatan selama tidak lebih dari satu detik saja. Ingatan tersebut akan hilang lagi tanpa disadari dan akan diganti dengan informasi lainnya. Ingatan sekilas atau sekelebat yang didapat melalui panca indera ini biasanya disebut ’sensory memory’ atau ‘ingatan inderawi’. Berdasar pada apa yang dipaparkan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa, seperti yang telah sering dialami para guru dan telah dinyatakan dua orang siswa di bagian awal tulisan ini, pesan atau keterangan yang disampaikan seorang guru dapat hilang seluruhnya dari ingatan para siswa jika pesan atau keterangan tersebut terkategori sebagai ingatan inderawi. Alasanya, seperti sudah dipaparkan tadi, Ingatan Inderawi hanya dapat bertahan di dalam pikiran manusia selama tidak lebih dari satu detik saja. Pertanyaan penting yang dapat dimunculkan adalah: Bagaimana caranya agar informasi atau keterangan seorang guru tidak akan hilang begitu saja dari ingatan siswa?
Ingatan Jangka Pendek (IJPd)
Suatu informasi baru yang mendapat perhatian siswa, tentunya akan berbeda dari informasi yang tidak mendapatkan perhatian dari mereka. Suatu informasi baru yang mendapat perhatian seorang siswa lalu terkategori sebagai IJPd sebagaimana dinyatakan Gage dan Berliner (1988, p.285) berikut: “When we pay attention to a stimulus, the informations represented by that stimulus goes into short-term memory or working memory.” Jelaslah bahwa IJPd adalah setiap Ingatan Inderawi yang stimulusnya mendapat perhatian dari seseorang. Dengan kata lain, IJPd tidak akan terbentuk di dalam otak siswa tanpa adanya perhatian dari siswa terhadap informasi tersebut. IJPd ini menurut Lefrancois dapat bertahan relatif jauh lebih lama lagi, yaitu sekitar 20 detik. Sebagai akibatnya, pengetahuan tentang perbedaan antara kedua ingatan ini lalu menjadi sangat penting untuk diketahui para guru dan diharapkan akan dapat dimanfaatkan selama proses pembelajaran di kelasnya. Sekali lagi, perhatian para siswa terhadap informasi atau masukan dari para guru akan sangat menentukan diterima tidaknya suatu informasi yang disampaikan para guru tersebut. Karenanya, untuk menarik perhatian para siswa terhadap bahan yang disajikan, di samping selalu memotivasi siswanya, seorang guru pada saat yang tepat sudah seharusnya mengucapkan kalimat seperti: “Anak-anak, bagian ini sangat penting.”  Tidak hanya itu, aksi diam seorang guru ketika siswanya ribut, mencatat hal dan contoh penting di papan tulis, memberi kotak ataupun garis bawah dengan kapur warna untuk materi essensial, menyesuaikan intonasi suara dengan materi, memukul rotan ke meja, sampai menjewer telinga merupakan usaha-usaha yang patut dihargai dari seorang guru selama proses pembelajaran untuk menarik perhatian siswanya. Namun hal yang lebih penting lagi adalah bagaimana menumbuhkan kemauan dan motivasi dari dalam diri siswa sendiri, sehingga para siswa akan mau belajar dan memperhatikan para gurunya selama proses pembelajaran sedang berlangsung.
Ingatan Jangka Panjang (IJPj)
Mengapa Ibukota Indonesia jauh lebih mudah diingat daripada Ibukota Negeria? Untuk menjawabnya, perlu disadari adanya suatu kenyataan bahwa Jakarta jauh lebih sering disebut dan didengar namanya daripada Lagos; misalnya dari buku, pembicaraan, televisi, ataupun koran. Karenanya, Jakarta sebagai Ibukota Indonesia kemungkinan besar sudah tersimpan di dalam IJPj. Informasi yang sudah tersimpan di dalam IJPj ini sulit untuk hilang, sehingga Jakarta dapat diingat dengan mudah. Jelaslah bahwa IJPj adalah IJPD yang mendapat pengulangan. Kata lainnya IJPj tidak akan terbentuk tanpa adanya pengulangan. Dapatlah disimpulkan sekarang bahwa pengulangan merupakan kata kunci dalam proses pembelajaran. Karenanya, latihan selama di kelas atau di rumah merupakan kata kunci yang akan sangat menentukan keberhasilan atau ketidak berhasilan suatu pengetahuan yang diingat dalam jangka waktu yang lama. Itulah sebabnya, ada guru berpengalaman yang menyatakan kepada siswanya bahwa akan jauh lebih baik untuk belajar 6 × 10 menit daripada 1 × 60 menit. Selain pengulangan atau latihan, beberapa hal penting yang harus diperhatikan Bapak dan Ibu Guru agar suatu pengetahuan dapat diingat siswa dengan mudah adalah:
1.  Sesuatu yang sudah dipahami akan lebih mudah diingat siswa daripada sesuatu yang tidak dipahaminya. Contohnya, proses untuk mengingat bilangan 17.081.945 akan jauh lebih mudah daripada proses mengingat bilangan 51.408.791 karena bilangan pertama sudah dikenal para siswa, apalagi jika dikaitkan dengan hari kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 yang dapat ditulis menjadi 17–08–1945.
2.  Hal-hal yang sudah terorganisir dengan baik akan jauh lebih mudah diingat siswa daripada hal-hal yang belum terorganisir. Contohnya, mengingat susunan bilangan 4, 49, 1, 16, 9, 36, dan 25 akan jauh lebih sulit daripada mengingat bilangan berikut yang sudah terorganisir dengan baik: 1, 4, 9, 16, 25, 36, dan 49.
3.  Sesuatu yang menarik perhatian siswa akan lebih mudah diingat daripada sesuatu yang tidak menarik hatinya. Acara televisi yang menarik perhatian para siswa akan memungkinkan para siswa untuk duduk berjam-jam di depan TV dan jalan ceriteranya akan mampu mereka ingat dengan mudah. Namun hal yang sebaliknya akan terjadi juga, yaitu suatu proses pembelajaran yang tidak menarik perhatian mereka dapat menjadi beban bagi siswa dan tentunya juga bagi para guru.

Sabtu, 11 Februari 2017

PRINSIP DASAR MULTIMEDIA PEMBELAJARAN

PRINSIP-PRINSIP DASAR MULTIMEDIA PEMBELAJARAN

            Hasil penelitian yang dilakukan oleh Richard E. Mayer (2001) menunjukan bahwa anak didik kita memiliki potensi belajar yang berbeda-beda. Kini dunia pendidikan makin maju, dapatkah modalitas belajar siswa yang berbeda-beda ini dibawa dalam sebuah teknologi Multimedia? Menurut Mayer ada 12 prinsip desain multimedia pembelajaran yang dapat diterapkan di Pembelajaran.
12 Prinsip Merancang Multimedia Pembelajaran, yaitu :
1)        Prinsip Multimedia
       Orang belajar lebih baik dari gambar dan kata dari pada sekedar kata-kata saja. Karena dinamakan multimedia berarti wajib mampu mengkombinasikan berbagai media (teks, gambar, grafik, audio/narasi, video, animasi, simulasi, dll) menjadi satu kesatuan yang harmonis. Sebab kalau tidak namanya bukan multimedia tapi single-media.

2)        Prinsip Kesinambungan Spasial
       Orang belajar lebih baik ketika kata dan gambar terkait disandingkan berdekatan dibandingkan apabila disandingkan berjauhan atau terpisah. Oleh karena itu, ketika ada gambar (or sodarenye nyang laen seperti video, animasi, dll) yang dilengkapi dengan teks, maka teks tersebut harus merupakan jadi satu kesatuan dari gambar tersebut, jangan menjadi sesuatu yang terpisah.
3)        Prinsip Kesinambungan Waktu
       Orang belajar lebih baik ketika kata dan gambar terkait disajikan secara simultan dibandingkan apabila disajikan bergantian atau setelahnya. Nah, ketika Anda ingin memunculkan suatu gambar dan atau animasi atau yang lain beserta teks, misalnya, sebaiknya munculkan secara bersamaan alias simultan. Jangan satu-satu, sebab akan memberikan kesan terpisah atau tidak terkait satu sama lain. Begitu kata Mayer.
4)        Prinsip Koherensi
       Orang belajar lebih baik ketika kata-kata, gambar, suara, video, animasi yang tidak perlu dan tidak relevan tidak digunakan. Nah, ini yang sering terjadi. Banyak sekali pengembang media mencantumkan sesuatu yang tidak perlu. Mungkin maksudnya untuk mempercantik tampilan, memperindah suasana atau menarik perhatian mata. Tapi, menurut Mayer, hal ini sebaiknya dihindari. Cantumkan saja apa yang perlu dan relevan dengan apa yang disajikan. Jangan macam-macam.
5)        Prinsip Modalitas Belajar
       Orang belajar lebih baik dari animasi dan narasi termasuk video), daripada dari animasi plus teks pada layar. Jadi, lebih baik animasi atau video plus narasi daripada sudah ada narasi ditambah pula dengan teks yang panjang. Hal ini, sangat mengganggu.
6)        Prinsip Redudansi
       Orang belajar lebih baik dari animasi dan narasi termasuk video), daripada dari animasi, narasi plus teks pada layar (redundan).
       Sama dengan prinsip di atas. Jangan redudansi, kalau sudah diwakili oleh narasi dan gambar/animasi, janganlah tumpang tindih pula dengan teks yang panjang.

7)        Prinsip Personalisasi
       Orang belajar lebih baik dari teks atau kata-kata yang bersifat komunikatif (conversational) daripada kalimat yang lebih bersifat formal. Lebih baik  menggunakan kata-kata lugas dan enak daripada bahasa teoritis,  oleh karena itu, sebaiknya gunakan bahasa yang komunikatif dan sedikit ber-style.
8)        Prinsip Interaktivitas
       Orang belajar lebih baik ketika ia dapat mengendalikan sendiri apa yang sedang dipelajarinya (manipulatif: simulasi, game, branching).          Sebenarnya, orang belajar itu tidak selalu linier alias urut satu persatu. Dalam kenyataannya lebih banyak loncat dari satu hal ke hal lain. Oleh karena itu, multimedia pembelajaran harus memungkinkan user/pengguna dapat mengendalikan penggunaan daripada media itu sendiri. dengan kata lain, lebih manipulatif (dalam arti dapat dikendalikan sendiri oleh user) akan lebih baik. Simulasi, branching, game, navigasi yang konsisten dan jelas, bahasa yang komunikatif, dan lain-lain akan memungkinkan tingkat interaktivitas makin tinggi.
9)        Prinsip Sinyal (cue, highlight, ..)
       Orang belajar lebih baik ketika kata-kata, diikuti dengan cue, highlight, penekanan yang relevan terhadap apa yang disajikan. Kita bisa memanfaatkan warna, animasi dan lain-lain untuk menunjukkan penekanan, highlight atau pusat perhatian (focus of interest). Karena itu kombinasi penggunaan media yang relevan sangat penting sebagai isyarat atau kata keterangan yag memperkenalkan sesuatu.
10)    Prinsip Perbedaan Individu     
9 prinsip tersebut berpengaruh kuat bagi mereka yang memiliki modalitas visual tinggi, kurang berpengaruh bagi yang sebaliknya. Kombinasi teks dan narasi plus visual berpengaruh kuat bagi mereka yang memiliki modalitas auditori tinggi, kurang berpengaruh bagi yang sebaliknya. Kombinasi teks, visual dan simulasi berpengaruh kuat bagi mereka yang memiliki modalitas kinestetik tinggi, kurang berpengaruh bagi yang sebaliknya.
11) Prinsip Praktek                                
       Interaksi adalah hal terbaik untuk belajar,kerja praktek dalam memecahkan masalah dapat meningkatkan cara belajar dan pemahaman yang lebih mendalam tentang materi yang sedang dipelajari.
12) Pengandaian
       Menjelaskan materi dengan audio meningkatkan belajar. Siswa belajar lebih baik dari animasi dan narasi, daripada dari animasi dan teks pada layar.

Kesimpulannya penggunaan multimedia (kombinasi antara teks, gambar, grafik, audio/narasi, animasi, simulasi, video) secara efektif untuk mengakomodir perbedaan modalitas belajar

      Pemilihan Media Pembelajaran
Untuk menghasilkan media pembelajaran yang baik perlu dilakukan dengan menempuh prosedur yang benar dalam proses pengembangannya. Soulier sebagaimana dikutip oleh Sunaryo Sunarto (2002) menjelaskan bahwa tahapan pengembangan media khususnya yang berbantuan komputer meliputi plan, development, dan evaluation.
William W Lee dalam bukunya Multimedia Based Instructinal Design  menguraikan lima tahap prosedur pengembangan media yang meliputi analysis, design, development, implementation, dan evaluation (2004: 161).
a)      Analysis
Sebelum mengembangkan media, terlebih dahulu harus dilakukan analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan dapat dilakukan dengan cara observasi lapangan atau melalui kajian pustaka.
b)      Design
Tahap desain mencakup desain pembelajaran dan desain produk media. Tahap desain pembelajaran meliputi komponen: identitas, standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi pokok, strategi pembelajaran, rancangan evaluasi, dan sumber bahan. Sedangkan desain produk media   mencakup elemen: struktur diagram alir, storyboard, dan elemen gambar atau animasi.
c)      Development
Tahap ini adalah tahapan produksi media sesuai dengan desain yang direncanakan. Pada tahap ini dilakukan assembling (perakitan) berbagai elemen media yang diperlukan menjadi satu kesatuan media utuh yang siap digunakan. 
d)      Evaluation
Evaluasi terhadap media pembelajaran dilakukan dengan dengan cara validasi oleh ahli materi dan ahli media, untuk mengetahui kualitas media yang telah dihasilkan. Selain dengan validasi ahli, evaluasi juga dilakukan dalam bentuk ujicoba oleh pengguna. Ujicoba media dilakukan dengan tiga tahap, yaitu ujicoba perorangan, ujicoba kelompok kecil, dan ujicoba lapangan.
Ujicoba perorangan dilakukan terhadap seorang peserta didik yang mewakili kelompok yang akan menjadi pengguna media tersebut. Untuk keperluan ujicoba, sebaiknya dipilih peserta didik yang kemampuannya sedikit di bawah kemampuan rata-rata.
Ujicoba terhadap kelompok kecil dilakukan setelah adanya revisi berdasarkan hasil ujicoba perorangan. Ujicoba kelompok kecil ini diberikan terhadap 5-8 peserta didik yang memiliki kemampuan rata-rata kelompok. Setelah ujicoba kelompok kecil selesai, maka perlu dilakukan perbaikan atau revisi sesuai dengan temuan yang ada.
Ujicoba lapangan dilakukan terhadap kelompok peserta didik yang menjadi target penggunaan media, dalam situasi belajar yang sebenarnya. Jika tidak memungkinkan untuk mengujicobakan terhadap seluruh peserta didik secara lengkap, maka dapat diambil sampel sejumlah 20-30 orang.
Sung Heum Lee (1999) menawarkan lima dimensi dalam uji penggunaan multimedia interaktif. Lima dimensi yang harus diuji adalah: learnability, performance efetiveness, flexibility, error tolerance & system integrity, dan user satisfaction. Dimensi learnabilitybertujuan mengetahui tingkat kemampuan pengguna dalam mengoperasikan sistem untuk menghasilkan penguasaan kompetensi yang diharapkan. Performance effectivenessdimaksudkan untuk mengukur kemudahan penggunaan sistem secara kuantitatif. Flexsibilityterkait dengan sejauh mana sistem memungkinkan user untuk mencapai tujuannya. Error tolerance & system integrity dimaksudkan untuk menguji toleransi kesalahan dalam menggunakan sistem dan atau kemampuan sistem dalam mencegah kehilangan dan korupsi data. Dimensi user satisfaction dimaksudkan untuk mengukur persepsi, perasaan, dan opini pengguna tentang sistem yang dihasilkan

Prinsip Pemilihan Media Pembelajaran
Prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran merujuk pada pertimbangan seorang guru dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran untuk digunakan atau dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan adanya beraneka ragam media yang dapat digunakan atau dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar.
            Menurut Rumampuk (1988:19) bahwa prinsip-prinsip pemilihan media adalah:
(1)   harus diketahui dengan jelas media itu dipilih untuk tujuan apa.
(2)   pemilihan media hams secara objektif, bukan semata-mata didasarkan atas kesenangan guru atau sekedar sebagai selingan atau hiburan. pemilihan media itu benar-benar didasarkan atas pertimbangan untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa.
(3)   tidak ada satu pun media dipakai untuk mencapai semua tujuan. Setiap media memiliki kelebihan dan kelemahan. Untuk menggunakan media dalam kegiatan belajar mengajar hendaknya dipilih secara tepat dengan melihat kelebihan media untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu
(4)   pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan metode mengajar dan materi pengajaran, mengingat media merupakan bagian yang integral dalam proses belajar mengajar
(5)   untuk dapat memilih media dengan tepat, guru hendaknya mengenal ciri-ciri dan masing-masing media.
(6)   pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan kondisi fisik lingkungan.
            Sedangkan Ibrahim (1991:24) menyatakan beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk memilih media pembelajaran, antara lain:
(1)   sebelum memilih media pembelajaran, guru harus menyadari bahwa tidak ada satupun media yang paling baik untuk mencapai semua tujuan. masing-masing media mempunyai kelebihan dan kelemahan. penggunaan berbagai macam media pembelaiaran yang disusun secara serasi dalam proses belajar mengajar akan mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran
(2)   pemilihan media hendaknya dilakukan secara objektif, artinya benar-benar digunakan dengan dasar pertimbangan efektivitas belajar siswa, bukan karena kesenangan guru atau sekedar sebagai selingan
(3)   pernilihan media hendaknya memperhatikan syarat-syarat (a) sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (b) ketersediaan bahan media, (c) biaya pengadaan, dan (d) kualitas atau mutu teknik.

Berikutnya Brown, Lewis, dan Harcleroad (1983: 76-77) menyatakan bahwa dalam memilih media kriterianya sebagai  berikut:
1.      Isi                                                                   5. Kualitas teknis
2.      Tujuan                                                             6. Keadaan Penggunaan
3.      Appropriatness                                                    7. Verifikasi Pelajar
4.      Biaya;                                                              8. Validasi

Menurut Asyhar (2011:82), prinsip pemilihan media adalah sebagai berikut :
(1)          Kesesuaian, media yang dipilih harus sesuai dengan tujuan pembelajaran, karakteristik peserta didik dan materi yang dipelajari, serta metode atau pengalaman belajar yang diberikan pada peserta didik.
(2)          Kejelasan sajian, materi yang disajikan dalam media pembelajaran harus jelas dengan menggunakan kata – kata yang tepat, variasi huruf dan warna yang jelas sehingga lebih mudah untuk dipahami siswa
(3)          Kemudahan akses, dalam pembuatan media pembelajaran juga harus diperhatikan bagaimana akses atau perangkat yang mendukung media tersebut agar tidak menjadi kendala dalam penggunaannya
(4)          Keterjangkauan, dalam hal ini berkaitan dengan biaya yang akan dikeluarkan dalam pembuatan media. Media yang dibuat harus disesuaikan dengan kemampuan si pembuatnya.
(5)          Ketersediaan, hal ini perlu dipertimbangkan dalam memilih media. Jadi harus tersedia media pengganti jika suatu media yang akan digunakan tidak tersedia
(6)          Kualitas, Dalam hal ini sebaiknya dipilih media yang berkualitas tinggi.
(7)          Ada alternatif, bahwa guru tidak hanya tergantung pada media tertentu saja tapi harus kreatif dan inovatif dalam melakukan pemilihan dan pengadaan media pembelajaran
(8)          Interaktifitas, media yang baik adalah media yang dapat memberikan komunikasi dua arah secara interaktif
(9)          Organisasi, dalam pembuatan media juga harus mendapat dukungan organisasi yang terkait.
(10)      Kebaruan, semakin baru media yang digunakan semakin baik dan menarik  bagi siswa.
(11)      Berorientasi siswa, perlu dipertimbangkan keuntungan dan kemudahan apa yang akan diperoleh siswa dengan media tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran adalah:
(1)   media yang dipilih harus sesuai dengan tujuan dan materi pelajaran, metode mengajar yang digunakan serta karakteristik siswa yang belajar (tingkat pengetahuan siswa, bahasa siswa, dan jumlah siswa yang belajar)
(2)   untuk dapat memilih media dengan tepat, guru harus mengenal ciri-ciri dan tiap tiap media pembelajaran
(3)   pemilihan media pembelajaran harus berorientasi pada siswa yang belajar, artinya pemilihan media untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa

(4)   pemilihan media harus mempertimbangkan biaya pengadaan, ketersediaan bahan media, mutu media, dan lingkungan fisik tempat siswa belajar

TUGAS TERSTRUKTUR TATAP MUKA KE-6 DAN KE-7

Alat Peraga Pendidikan Sudjana, 2009 ,  Pengertian   Alat Peraga Pendidikan  adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga d...